Jumlah Penayangan

Rabu, 17 Agustus 2016

KEHIDUPAN RAKYAT INDONESIA DI MASA PENJAJAHAN JEPANG

Penderitaan adalah menahan atau menanggung sesuatu yang bisa disebut juga sebagai hal yang tidak menyenangkan. Penderitaan itu dapat lahir atau batin, atau lahir batin. Penderitan termasuk realiitas dunia dan manusia.
 

Pada awalnya Jepang bersikap simpatik, bahkan sebelum datang ke Indonesia sudah berupa menarik perhatian rakyat Indonesia denan mengumandangkan lagu Indonesia Raya melalui Radio Tokyo. Akan tetapi lambat laun belang tentara Jepang terbuka, janji janji tidak ada buktinya, bahkan Jepang tidak berbeda jauh dengen Belanda yang ingin menjajah Indonesia. 
Justru perlakuan Jepang lebih kejam dari pada Belanda. Mereka membasmi segala gerakan bangsa Indonesia mencapai kemerdekaannya, menginjak martabat, dan hak-hak rakyat. Perlakuan Jepang tidak berprikemanusiaan.
Hasi pertanian, tambang hutan yang seharusnya dimanfaatkan oleh rakyat dikuras habis habisan kemudian diangkut ke Jepang untuk keperluan industrinya. Rakyat dipaksa menyerahkan harta bendanya dan sebagian hasil panen kepada Jepang. Semua barang tersebut menurut Jepang akan dipergunakan untuk membiayai perang. Bagi mereka yang tidak menyerahkan dan malah menyembunyikan akan diancam hukuman yang sangat berat karena dianggap memberontak.

Akibatnya dapat diduga, rakyat hidupnya semakin sengsara dan menderita karena kelaparan. Bahkan tidak terhitung mereka yang meninggal dunia, sungguh berat pengorbanan pada masa itu. Rakyat juga diwajibkan menyerahkan tenaganya untuk membangun proyek militer Jepang. Mereka dikenal dengan nama Romusha atau tenaga kerja paksa.

Pihak Jepang memberikan istilah lain yaitu pahlawan pembangunan. Walapun diberi istilah yang menarik, tetapi rakyat indonesia tetap diperlakukan secara tidak manusiawi. Dalam mengumpulkan romusha, setiap desa diminta mengirimkan laki laki yang dikoordinir Tanorigumi, untuk keperluan pembangunan fasilitas militer dan dikirim ke luar Jawa, misalnya ke Morotai, Birma, Irian, Muangthai, dan daerah luar jawa lainya.

Mereka diperas tenaganya dan hanya diberi sedikit makanan sehingga lama kelamaan kondisinya semakin lemah dan memprihatinkan. Apalagi ditambah perlakuan tentara Kempetai terhadap para romusha. Tidak segan segan mereka memukul, menendang, jia diketahui ada yang berhenti sejenak untuk beristirahat. Akibat perlakuan seperti ini banyak sekali orang orang romusha yang meninggal dunia.

Disamping meninggal dunia karena kelaparan tidak sedikit yang sengaja dibunuh untuk menjaga kerahasiaan fasilitas militer. Tidak hanya laki laki saja yang merasakan penderitaan karena romusha, kalangan wanita juga demikian. Mereka diberi janji akan disekolahkan ke negeri Sakura (Jepang). Akan tetapi janji tinggalah janji ternyata mereka dikirim ke pulau pulau yang menjadi pusat pertahanan Jepang.

Para pelajar dan pegawai juga tidak luput dari penyerahan tenaga, hanya saja tidak seberat Romusha. Sifatnya kerja bakti atau Kinrohosi. Mereka bekerja untuk membangun jalan dan lapangan terbang. Selain bekerja bakti, mereka juga diwajibkan latihan baris berbaris, bela diri, dan perang perangan. Latihan dilaksanakan dengan disiplin keras. Bahkan untuk semua lapisan masyarakat ditekankan untuk hormat pada orang orang Jepang, bila melewati pos penjagaan harus membungkukkan badan pada tentara yang bertugas.

Setiap pagi rakyat Indonesia diharuskan membungkukkan badan ke arah timur (Matahari terbit). Tujuannya untuk memberi hormat pada Dewa Matahari. Tata cara penghormatan ini disebut dengan istilah Seikerei. Penderitaan bangsa Indonesia dimasa pendudukan Jepang menimbulkan ide bagi seniman seniman untuk menciptakan kalimat-kalimat sindiran dan penentangan, yang diantaranya adalah :



"Pagupon Omahe doro, melok Nippon Tambah sengsoro"

Arti : Pegupon rumahnya merpati, ikut nippon tambah menderita.

" Tittuwit damar mati muliho / piring kejewit lawang/ udeng miring oleh nyelang "

Arti : Maksud dari Kalimat diatas adalah , saat sirine berbunyi lampu harus padam, peraturan keras jam malam, katanya ada serangan udara musuh, ternyata itu hanya siasat licik Jepang untuk mencuri kekayaan rakyat lalu dikirim untuk keperluan perang. Dan kalimat "Udeng miring nyelang" merupakan sindiran bahwa perbuatan penjajah adalah pinjaman, pada saatnya nanti harus dibayar kembali.

itulah gambaran keaadan masa Jepang di Indonesia, memang sungguh memprihatinkan sekali kalau kita rasakan pada saat masa Pendudukan Jepang di negara indonesia.
semoga melalui artikel yang saya tulis ini dapat membuat pemuda/i seluruh Indonesia memiliki jiwa patriotisme yang tinggi terhadap negaranya.



0 komentar:

Posting Komentar